Menjaga sumber daya alam

16.53 Farhan syabani 0 Comments

Interaksi yang buruk dengan sumberdaya alam dan bahaya lingkungan yang ditimbulkannya terjadi karena berlebih-lebihan dalam memanfaatkan sumberdaya alam atau dengan membiarkan dan tidak memanfaatkannya. Oleh karena itu, manhaj Islam dalam menjaga sumberdaya alam dan melawan eksploitasi tidak hanya dengan mengarahkan penggunaannya, akan tetapi juga mengarahkan untuk melindungi dan menjaganya dengan memanfaatkan dan mengembangkan agar apa yang telah dipergunakan mempunya ganti untuk mengembangkannya lagi.
Umar Radhiyallahu Anhu tidak pernah memperbolehkan eksploitasi apapun terhadap sumberdaya alam dan menganggap sumberdaya alam sebagai milik generasi yang akan datang dari umat Islam. Oleh karena itu, strateginya dalam menjaga dan mengembangkan sumberdaya alam adalah dengan melindungi hak-hak generasi tersebut. Misalnya beliau menolak untuk membagi tanah kepada orang-orang yang ikut dalam penaklukan untuk menjaga hak-hak generasi yang akan datang.
Diantara hal yang menunjukan perhatian Umar Radhiyallahu Anhu terhadap sumberdaya alam, disebutkan bahwa Umar tidak memperbolehkan merusaknya walaupun sedikit, dia mengambil benih kurma dan lain sebagainya yang jatuh ke tanah dan menaruhnya di rumah orang agar bisa dimanfaatkan.
Meluasnya penggunaan sumberdaya alam merupakan sebab terpenting dari eksploitasi sumber daya alam secara khusus dan masalah lingkungan secara umum. Oleh karena itu, tidak mungkin menyelesaikan masalah lingkungan dengan meluasnya penggunaan sumber daya alam. Dalam fikih ekonomi Umar Radhiyallahu Anhu tema yang menonjol adalah tentang sikap ekonomis dalam konsumsi dan menyerukannya, dan memerangi semua bentuk indikasi berlebih-lebihan dan kesia-siaan.
Peradaban barat membuat aturan meninggikan dan mempermegah bangunan, maka hal tersebut mengeksploitasi bahan-bahan yang dipergunakan dalam membangun sesuatu yang besar dan menyebabkan pencemaran, secara langsung atau tidak langsung, yang memberi andil besar terhadap pencemaran lingkungan. Hal tersebut terjadi tidak lain karena dalam membangun bangunan melampaui batas ekonomi yang bisa mewujudkan kebutuhan manusia, dan berlebih-lebihan dalam hal yang tidak bermanfaat, selain bermegah-megah dan kesia-siaan. Hal tersebut merupakan bencana bagi manusia karena menyebabkan bahaya bagi lingkungan dan lain sebagainya.
Peradaban manusia sepanjang sejarah masih saja berlomba-lomba dengan meninggikan bangunan semenjak peradaban Fir’aun dengan piramidnya, sampai peradaban barat dengan gedung pencakar langitnya. Mereka lupa akibat lingkungan yang merusak yang diakibatkannya. Akan tetapi Umar Radhiyallahu Anhu ketika menyusun peradaban Islam dalam membangun bangunan dengan aturan yang mengharuskan manusia untuk tidak meninggikan bangunan melebihi kemampuannya. Hal ini bersumber pada fikih lingkungan Islam yang ditujukkan untuk tujuan ekonomi dalam sumberdaya lingkungan yang berupa bahan-bahan bangunan. Di masa kemudian terlihat akibat dari sikap berlebih-lebihan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan yang menimpa keseimbangan lingkungan.
Di sisi lain, Umar Radhiyallahu Anhu menghubungkan bangunan dan kebutuhan akan bangunan tersebut dan melarang setiap bangunan yang tidak bermanfaat. Diriwayatkan bahwa Umar Radhiyallahu Anhu membenci apabila seseorang mempunyai rumah ditempat lain yang tidak ditempatinnya, dia berkata, “Maka berikanlah kepada umat Islam, biarlah mereka memanfaatkannya.” Diriwayatkan juga bahwa Amru bin Ash merencanakan membangun bangunan di Mesir, dia menulis surat kepada Umar Radhiyallahu Anhu, “Saya telah membuat rencana sebuah rumah untukmu di masjid jami’.” Maka Umar menjawabnya, “Bagaimana mungkin seorang di Hijaz mempunyai rumah di Mesir?” Dan memerintahkannya untuk menjadikannya sebagai pasar bagi umat Islam.
Diantara hal yang berhubungan dengan penjagaan terhadap sumberdaya alam dengan mengembangkan dan memperbaikinya, Umar Radhiyallahu Anhu memerintahkan untuk mengembangkan sumber daya alam, dan tidak memperbolehkan untuk mengabaikannya. Misalnya sikap Umar terhadap lahan mati, di mana dia mendorong dengan berbagai cara untuk menghidupkannya. Dia tidak memberikan kepada seseorang, kecuali yang mampu digarapnya, dan dia menarik kembali beberapa bagian yang pemiliknya tidak mampu mengerjakannya.